Mengutip
sebuah kalimat yang terdapat pada sebuah gambar yang di latarbelakangi oleh
seorang wanita berparas cantik, bak model dan penampilannya yang glamour
berbanding terbalik dengan gambar di sebelahnya yaitu seorang ibu-ibu dengan
pakaian sangat sederhana sedang mengajar di kelas, di sebuah sekolah. Tulisan
yang terdapat dalam gambar tersebut adalah “Guru dibayar murah untuk perbaiki karakter dan akhlak anak-anak, sedangkan artis sinetron dibayar mahal untuk merusak akhlak anak-anak”. Sangat
kontras sekali.
Ketika kita
mencoba untuk memperhatikan gambar ini, kita sudah bisa mengambil kesimpulan
dan pesan dari gambar tersebut.
Namun, sayang
sekali, banyak juga diantara kita seolah tidak peduli dengan pesan semacam ini,
dan sebenarnya, untuk siapakah tulisan ini ditujukan?
Kita harus
peduli memang dengan hal semacam ini. Pun, kita juga seharusnya bisa
menyampaikan hal ini pada pihak dan orang-orang yang seharusnya paham akan
makna sindiran langsung di gambar tersebut.
Saat saya
bertanya pada salah seorang teman, langsung saja ia memberikan komentar “benar
banget tuh, banyak sekarang siaran TV yang merusak”. Oops, sudah bisa kita
garis bawahi langsung pendapat teman itu. TV? Ada apa dengan TV dan hubungannya
dengan gambar tadi. Ya, tentu saja, keduanya saling berhubungan erat. Artis
cenderung popular dan tenar berkat TV, TV lah yang mempelopori dirinya hingga
bisa menjadi seorang yang terkenal di khalayak ramai.
Lalu,
bagaimana hubungannya dengan pendidikan? Kenapa gaji antara artis dan guru
dipermasalahkan?
Sebenarnya
bukan itu poin dari topik permasalahan yang akan kita bahas. Semuanya kita
kembalikan lagi pada pendapat di gambar. Bayaran artis yang mahal, tapi merusak
anak-anak. Sedangkan gaji seorang guru jika disandingkan dengan gaji seorang
artis top tentu sangat berbeda, tapi apa yang di berikan oleh guru pada
anak-anak, pada siswanya, itu jauh lebih mulia, karena yang diberikannya adalah
pendidikan.
Kemudian
timbul lagi pertanyaan, apakah pengelola stasiun TV tidak menyadari tanggung
jawab sosial mereka kepada pemirsa? Ataukah karena fungsi pendidikan dianggap
merupakan tanggung jawab utama keluarga dan sekolah? Padahal, kita tahu bahwa
apa pun yang disiarkan TV, sadar atau tidak, dimaksudkan atau tidak, akan
senantiasa menyosialisasikan nilai-nilai sosial-budaya tertentu dan berdampak
pada pemirsa.
Inilah
sebabnya, kenapa seringkali orang menuduh siaran TV menjadi biang keladi
perilaku sosial menyimpang yang terjadi di masyarakat. Walau pendapat lain juga
bermunculan, mungkin saja pada saat dilakukan survei menyangkut pengaruh siaran
TV pada pemirsa, ternyata tindakan yang dilakukan responden, independen dari
siaran TV. Artinya, responden tidak menyaksikan siaran TV dan tindakannya
dijalankan secara spontan tanpa ada kaitannya dengan siaran TV. Tapi, survey
lain membuktikan 80% memang TV sangat mempengaruhi sikap sosial budaya
seseorang. orang-orang cenderung meniru gaya, sikap dan berprilaku seperti orang yang di idolakannya,
terutama para idola artis, penyanyi dan public figur lainnya.
Ini bisa
kita lihat pada gambar yang saat ini menjadi sorotan banyak media dan netizen,
tentang gambar seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang memberikan
hadiah kepada pacarnya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Tanpa
rasa malu dan takut, sikap tidak wajar bagi anak-anak seusia mereka itu di
pertontonkan di depan umum, bahkan dengan bangga mereka menyebarkannya di
jejaring sosial media. Berita ini sudah banyak bermunculan dan mendatangkan
banyak respon dari khalayak. Dimanakah guru mereka saat itu? Masih guru yang
disalahkan. Padahal ada hal yang jauh lebih berpengaruh dalam pembentukan
pribadi mereka, yaitu orang tua dan lingkungan. TV adalah bagian dari
lingkungan si anak. Karena banyak sekali saat ini tayangan dan sinetron-sinetron
tidak mendidik yang di putar di TV. Ditambah lagi dengan pengaruh gadget dan sosial
media yang semakin memudahkan mereka untuk terpengaruh secara langsung.
Dalam
kondisi di saat TV dihadapkan pada dikotomi antara tayangan mendidik dan tidak
mendidik, stasiun TV akan cenderung berdalih dengan mengatakan apa pun program
yang ditayangkan senantiasa memiliki dampak yang diniatkan (intended consequences) dan dampak yang tidak
direncanakan (unintended consequences).
Mungkin karena
itulah, siaran TV seringkali menampilkan tontonan yang “aneh-aneh”, malahan
kadang sifatnya membodohi, tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi
setelahnya. Sehingga anak-anak zaman sekarang lebih cenderung berprilaku
seperti apa yang mereka saksikan di televi (TV). Tidak masalah jika acara yang
dibuat adalah yang sifatnya merangsang imajinasi, seperti kartun, film-film
detektif, akan tetapi tetap filter dan disesuaikan juga dengan usia penonton. Satu
hal yang harus kita sadari bahwa konsumen paling banyak dari TV itu adalah
anak-anak. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Sudahkah kau lupa memperhatikan mereka?
semoga tulisan keprihatinan ini bisa dicerna oleh mereka yang masih punya kepedulian terhadap anak-anak dan bangsa (Vivi Afri Oviani)
semoga tulisan keprihatinan ini bisa dicerna oleh mereka yang masih punya kepedulian terhadap anak-anak dan bangsa (Vivi Afri Oviani)
0 komentar:
Posting Komentar