Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog PLTP ANTARA

26 Jan 2015

Anak-anak dan Televisi

Mengutip sebuah kalimat yang terdapat pada sebuah gambar yang di latarbelakangi oleh seorang wanita berparas cantik, bak model dan penampilannya yang glamour berbanding terbalik dengan gambar di sebelahnya yaitu seorang ibu-ibu dengan pakaian sangat sederhana sedang mengajar di kelas, di sebuah sekolah. Tulisan yang terdapat dalam gambar tersebut adalah “Guru dibayar murah untuk perbaiki karakter dan akhlak anak-anak, sedangkan artis sinetron dibayar mahal untuk merusak akhlak anak-anak”. Sangat kontras sekali.

Ketika kita mencoba untuk memperhatikan gambar ini, kita sudah bisa mengambil kesimpulan dan pesan dari gambar tersebut.
Namun, sayang sekali, banyak juga diantara kita seolah tidak peduli dengan pesan semacam ini, dan sebenarnya, untuk siapakah tulisan ini ditujukan?
Kita harus peduli memang dengan hal semacam ini. Pun, kita juga seharusnya bisa menyampaikan hal ini pada pihak dan orang-orang yang seharusnya paham akan makna sindiran langsung di gambar tersebut.
Saat saya bertanya pada salah seorang teman, langsung saja ia memberikan komentar “benar banget tuh, banyak sekarang siaran TV yang merusak”. Oops, sudah bisa kita garis bawahi langsung pendapat teman itu. TV? Ada apa dengan TV dan hubungannya dengan gambar tadi. Ya, tentu saja, keduanya saling berhubungan erat. Artis cenderung popular dan tenar berkat TV, TV lah yang mempelopori dirinya hingga bisa menjadi seorang yang terkenal di khalayak ramai.
Lalu, bagaimana hubungannya dengan pendidikan? Kenapa gaji antara artis dan guru dipermasalahkan?
Sebenarnya bukan itu poin dari topik permasalahan yang akan kita bahas. Semuanya kita kembalikan lagi pada pendapat di gambar. Bayaran artis yang mahal, tapi merusak anak-anak. Sedangkan gaji seorang guru jika disandingkan dengan gaji seorang artis top tentu sangat berbeda, tapi apa yang di berikan oleh guru pada anak-anak, pada siswanya, itu jauh lebih mulia, karena yang diberikannya adalah pendidikan.
Kemudian timbul lagi pertanyaan, apakah pengelola stasiun TV tidak menyadari tanggung jawab sosial mereka kepada pemirsa? Ataukah karena fungsi pendidikan dianggap merupakan tanggung jawab utama keluarga dan sekolah? Padahal, kita tahu bahwa apa pun yang disiarkan TV, sadar atau tidak, dimaksudkan atau tidak, akan senantiasa menyosialisasikan nilai-nilai sosial-budaya tertentu dan berdampak pada pemirsa.
Inilah sebabnya, kenapa seringkali orang menuduh siaran TV menjadi biang keladi perilaku sosial menyimpang yang terjadi di masyarakat. Walau pendapat lain juga bermunculan, mungkin saja pada saat dilakukan survei menyangkut pengaruh siaran TV pada pemirsa, ternyata tindakan yang dilakukan responden, independen dari siaran TV. Artinya, responden tidak menyaksikan siaran TV dan tindakannya dijalankan secara spontan tanpa ada kaitannya dengan siaran TV. Tapi, survey lain membuktikan 80% memang TV sangat mempengaruhi sikap sosial budaya seseorang. orang-orang cenderung meniru gaya, sikap dan  berprilaku seperti orang yang di idolakannya, terutama para idola artis, penyanyi dan public figur lainnya.
Ini bisa kita lihat pada gambar yang saat ini menjadi sorotan banyak media dan netizen, tentang gambar seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang memberikan hadiah kepada pacarnya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Tanpa rasa malu dan takut, sikap tidak wajar bagi anak-anak seusia mereka itu di pertontonkan di depan umum, bahkan dengan bangga mereka menyebarkannya di jejaring sosial media. Berita ini sudah banyak bermunculan dan mendatangkan banyak respon dari khalayak. Dimanakah guru mereka saat itu? Masih guru yang disalahkan. Padahal ada hal yang jauh lebih berpengaruh dalam pembentukan pribadi mereka, yaitu orang tua dan lingkungan. TV adalah bagian dari lingkungan si anak. Karena banyak sekali saat ini tayangan dan sinetron-sinetron tidak mendidik yang di putar di TV. Ditambah lagi dengan pengaruh gadget dan sosial media yang semakin memudahkan mereka untuk terpengaruh secara langsung.

Dalam kondisi di saat TV dihadapkan pada dikotomi antara tayangan mendidik dan tidak mendidik, stasiun TV akan cenderung berdalih dengan mengatakan apa pun program yang ditayangkan senantiasa memiliki dampak yang diniatkan (intended consequences) dan dampak yang tidak direncanakan (unintended consequences).
Mungkin karena itulah, siaran TV seringkali menampilkan tontonan yang “aneh-aneh”, malahan kadang sifatnya membodohi, tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi setelahnya. Sehingga anak-anak zaman sekarang lebih cenderung berprilaku seperti apa yang mereka saksikan di televi (TV). Tidak masalah jika acara yang dibuat adalah yang sifatnya merangsang imajinasi, seperti kartun, film-film detektif, akan tetapi tetap filter dan disesuaikan juga dengan usia penonton. Satu hal yang harus kita sadari bahwa konsumen paling banyak dari TV itu adalah anak-anak. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Sudahkah kau lupa memperhatikan mereka?
semoga tulisan keprihatinan ini bisa dicerna oleh mereka yang masih punya kepedulian terhadap anak-anak dan bangsa (Vivi Afri Oviani)

0 komentar:

Posting Komentar